Sebuah video yang memperlihatkan bangkai buaya dibawa menggunakan buldoser melewati jalan raya baru-baru ini viral di media sosial.
Buaya sepanjang lebih dari 4,5 meter tersebut diketahui ditangkap warga di Desa Kayu Besi, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.
Buaya tersebut diduga mati karena faktor kelelahan setelah ditangkap warga menggunakan umpan monyet pada Senin lalu.
Buaya tersebut kemudian dikuburkan dengan ritual khusus. Warga setempat meyakini buaya besar itu berasal dari kerajaan siluman.
Penjelasan LIPI
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amir Hamidi menjelaskan bahwa buaya yang viral itu berjenis buaya muara atau Crocodylus porosus.
“Itu buaya muara. Untuk jenis buaya muara memang ukurannya bisa mencapai seperti itu,” katanya saat dihubungi wartawan pada hari Jumat (7/8/2020).
Untuk buaya muara, dia mengatakan, menurut Guinness World Records yang terbesar saat ini yaitu 6 meter di Mindanau, Filipina. “Enggak (bukan buaya siluman). Kalau siluman pasti enggak kelihatan,” ujarnya.
Amir menjelaskan, buaya muara umum di Indonesia. Hampir di semua wilayah Indonesia ada buaya muara.
Tak hanya di perairan payau, tapi juga dia perairan laut hingga danau. Menurutnya buaya muara memiliki adaptasi yang cukup bagus.
Konflik buaya manusia
Amir mengatakan konflik buaya-manusia sering terjadi di Indonesia. Konflik bisa dipicu banyak hal.
“Bisa manusia masuk ke teritori buaya atau sebaliknya. Karena buaya semakin besar teritorinya juga semakin besar,” kata Amir. Dia mengatakan, di Afrika juga sering ada konflik, tapi mereka menggunakan jaring untuk pengaman.
Jaring digunakan sebagai pembatas dengan teritori buaya. Sehingga orang-orang bisa tetap mencuci, mandi, atau melakukan hal lain di sungai/air.
Akan tetapi di Indonesia terkendala karena nelayan yang mencari ikan tidak bisa dibatasi dengan jaring. Sehingga mau tak mau nelayan masuk ke teritori buaya atau sebaliknya.
“Yang perlu dilihat adalah semua jenis buaya sudah dilindungi di Indonesia, sehingga kalau ada konflik mekanismenya seperti apa sudah diatur di Undang-Undang,” ujarnya.
Menurutnya jika buaya sudah membahayakan atau memakan korban, perlu dilakukan kajian untuk menentukan langkah selanjutnya. Langkah itu bisa dibatasi populasinya, relokasi, dan sebagainya. Tapi untuk mengambil tindakan, menurutnya perlu ada kajian ilmiah dulu.
Sumber : tvOneNews, Kompas
Berita Terkait
11 Orang Pendaki Meninggal Dunia Akibat Erupsi Gunung Marapi
Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi di UNESCO
Pria Tewas Ditikam Setelah Berkelahi dengan Teman Sekamarnya karena Tidak Mengucapkan ‘Terima Kasih’